ORANG KITA

MANSHURIN WEBZINE COMMUNITY

  Home  

Dakwah 

Cerita islami

Suara Kita
Buku Tamu
Chatt
Forum
Duit Gratis
Free  E Mail

Ummu Habibah

Tak pernah terlintas dalam pikiran Abu Sofyan bin Harb akan ada orang Quraisy lepas dari genggaman kekuasaannya. Apalagi dalam masalah-masalah yang amat prinsipil, seperti melepaskan agama nenek moyang kaum jahiliyah itu. Abu Sofyan adalah penguasa diktator, segala titahnya harus dilaksanakan. Jika tidak, kepala taruhannya.

Tapi, Ramlah alias Ummu Habibah, putrinya sendiri, telah mematahkan mitos itu. Ramlah keluar dari agama latta dan 'uzza yang dianut bapaknya. Ia bersama suaminya, Ubaidillah bin Jahsy masuk Islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw.

Mau ditaruh di mana muka ini, pikir Abu Sofyan. Ia dan para pembesar kafir Quraisy berusaha sekuat tenaga mengembalikan anak dan mantunya ke agama nenek moyang mereka. Namun, usahanya selalu menemui jalan buntu. Iman yang terhunjam di dalam hati Ummu Habibah terlalu kuat untuk digoyahkan oleh badai amarah Abu Sofyan.

Perasaan marah, bingung, dan malu menyatu dalam diri pembesar kafir Quraisy itu. Kaum kafir Quraisy yang mengetahui Abu Sofyan marah kepada anak dan mantunya, ikut-ikutan memerahi. Bahkan mereka mengejek, menghina, dan menyakiti keduanya, sehingga Ummu Habibah dan suaminya tidak betah lagi tinggal di Mekkah.

Geliat gelisah para penopang Islam itu didengar Rasulullah Saw. Beliau mengizinkan kaum Muslimin hijrah ke Habasyah. Ramlah, Habibah (anak perempuannya yang masih kecil), dan suaminya, Ubaidillah bin Jahsy ikut dalam romobongan pertama. Mereka pergi meninggalkan kampung halaman dengan membawa iman di dada masing-masing. Di Habasyah mereka mendapat perlindungan Raja Najasyi.

Tiba di Habasyah, Ramlah alias Ummu Habibah segera membayangkan akan menikmati masa-masa cerah, setelah mengalami hari-hari suram di Mekkah. Namun, Allah Swt. selalu menguji setiap hamba yang dicintainya. Takdir Allah kadang tak sejalan dengan kemauan nafsu manusia. Allah menguji Ummu Habibah dengan ujian berat.

Suatu malam, Ummu Habibah bermimpi. Dia melihat suaminya Ubaidillah bin Jahsy mendapat kecelakaan di lautan gelap dan bergelombang besar. Keadaannya sangat mengkhawatirkan. Ummu Habibah terbangun dari tidurnya dengan perasaan takut. Namun, ia tidak menceritakan mimpinya itu kepada suaminya atau kepada siapa pun.

Tak lama kemudian, mimpi itu jadi kenyataan. Suami yang dicintainya, Ubaidillah bin Jahsy murtad dari Islam, dan masuk Nasrani. Perilaku Ubaidillah makin jauh dari akhlak yang mulia. Dia mulai sering terlihat di warung-warung minuman keras, dan menjadi pemabuk yang tak kenal puas. Suaminya mengultimatum Ummu Habibah; cerai atau ikut menjadi Nasrani.

Ummu Habibah tiba-tiba merasa berada di persimpangan jalan. Ikut suaminya menjadi Nasrani? No way. Dia telah bertekad tidak akan melakukan itu, sekalipun dagingnya habis disisir dengan sisir besi. Atau kembali ke rumah orangtuanya di Mekkah? Tidak sekali-kali. Bukankah rumah ayahnya, Abu Sofyan, merupakan basis pertahanan kaum kafir Quraisy? Ummu Habibah yakin di rumah orangtuanya, dia dan agamanya akan hidup tertindas. Ummu Habibah akhirnya mengambil alternatif ketiga, yaitu tetap tinggal di Habasyah seorang diri sebagai pelarian, tanpa famili, dan tanpa ada yang melindungi.

Ummu Habibah lulus ujian. Ia telah memilih jalan yang diridhai Allah, yaitu tetap tinggal di Habasyah demi mempertahankan aqidahnya. Lalu Allah memberi balasan kepada Ummu Habibah atas kesetiaannya kepada Al-Islam.

Ummu Habibah tak perlu terlalu lama dalam kesendiriannya. Setelah masa iddahnya habis dari mantan suaminya Ubaidillah bin Jahsy, Ummu Habibah kedatangan seorang tamu bernama Abrahah yang mengaku utusan khusus Raja Najasyi. Setelah memberi hormat, Abrahah berkata, "Baginda Raja kirim salam buat anda. Baginda bertitah, Muhammad Rasulullah melamar anda untuk pribadinya. Beliau mengirim surat kepada Baginda Raja untuk mewakilinya dalam acara akad nikah. Tunjuklah wakil yang anda sukai untuk melakukan akad nikah ini."

Mendengar berita itu, Ummu Habibah merasa seperti terbang ke awan. Hatinya berbunga-bunga, tak menduga kalau Allah memberikan balasan yang begitu besar atas pengorbanannya. Ummu Habibah mengucapkan terima kasih kepada Abrahah. "Semoga Allah membahagiakan engkau dengan segala kebaikan," tuturnya kepada Abrahah. Segala perhiasan yang melekat di tubuhnya diberikan kepada Abrahah sebagai tanda ucapan terima kasih. "Aku menunjuk Khalid bin Said bin 'Ash sebagai wakilku. Karena dialah keluargaku yang terdekat," tambahnya.

Rasulullah Saw. menikahi Ummu Habibah dengan menunjuk Raja Najasyi sebagai wakil. Beliau memberi mahar 400 dinar emas kepada Ummu Habibah. Setelah upacara pernikahan selesai, Ummu Habibah menyusul Rasulullah Saw., suaminya di Madinah. Mereka hidup bahagia. Itulah Ummu Habibah, kesetiaannya kepada Islam, membawanya kepada kemuliaan.